Wednesday, October 3, 2012

Don't let obesity steal your life or the life of the people you love! Fight it now, before it's too late!

Apr 1, '12 12:37 AM
for everyone

1 April 2012.

3 bulan sudah berjalan sejak pertemuan terakhir aku dan anak tertuaku dengan dokter ahli hormon anak sehubungan dengan gangguan hormon pertumbuhan yang disebabkan oleh berat badan anakku yang berlebih.
3 bulan yang lalu kami diberi target penurunan berat badan fase terakhir oleh dokter ahli hormon kami. Anakku masih harus menurunkan dan menstabilkan berat badannya ke 47 kg serta mengurangi kadar lemak dalam tubuhnya sebanyak 5 kg dan menggantinya dengan otot. Kami diberi waktu 3 bulan untuk mencapai target terakhir ini.
Bulan April ini aku harus membawa anakku kembali bertemu dengan dokter ahli hormon untuk memeriksa perkembangan terakhir. Kami akan memeriksa perkembangan Body Mass Index(berat badan, kadar lemak, air  dan otot dalam tubuh) dan kami juga akan memeriksa perkembangan hormon pertumbuhannya.
Semua berawal dibulan Agustus 2011.
Sebenarnya sudah lama aku melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa anakku kelebihan berat badan. Tapi aku terus menolak untuk melihat dengan 'kesadaran' dan terus menghibur diri, “Ah… ayahnya kan memang besar, jadi pantas saja anakku juga besar” Atau, “Ah, ini hanya gemuk biasa, bukan obesitas. Nanti kalau anakku sudah masuk puber juga akan memperhatikan penampilan dan akan memperhatikan makan dengan sendirinya, jadi nanti berat badannya pasti turun”.  Atau yang paling parah, aku bandingkan dia dengan anak-anak disekelilingnya, yang kebanyakan sama ukuran badannya dengan atau bahkan jauh lebih gemuk dari anakku dan aku hibur diriku sendiri dengan mengatakan, “Memang anak sekarang badannya lebih besar daripada badan anak kecil dizaman aku kecil dulu”.
Sampai akhirnya suatu hari aku curiga melihat alat kelamin anakku yang ukurannya kecil sekali. Itu dibulan Agustus 2011. Dan akhirnya aku putuskan untuk membawa anakku ke dokter ahli hormon anak. Dan disitulah aku mendapat tamparan yang sebenarnya.
Tanpa basa-basi, setelah memeriksa kondisi fisik anakku, si dokter ahli menyebutkan kata-kata yang selama ini aku simpan dalam di alam bawah sadarku: OBESITAS (waktu itu berat badan anakku hampir mencapai 70 kg dan usianya baru 10 tahun).
“Anak ibu obesitas”, kata dokter. Beliau juga menjelaskan secara singkat bahwa berat badan yang berlebihan pada anak kecil memang bisa mengganggu hormon pertumbuhan anak dan salah satu akibatnya adalah terganggunya pertumbuhan alat-alat kelamin anak. Lalu, kepada aku dan anaku, si dokter ahli juga menyebutkan dan menjelaskan secara singkat semua ancaman penyakit yang bisa mengancam anakku kalau berat badannya tidak segera diturunkan, antara lain: hipertensi, diabetes, heart diseaseOsteoarthritisGallstonesGout,High cholesterol dan bahkan kanker.
Aku tahu obesitas. Sudah banyak dengar, baca dan lihat. Tapi selama ini aku menolak untuk mengakui ke diri sendiri bahwa anakku sendiri obese. 
Secara umum obesitas diartikan sebagai adalah kondisi kronis dimana seseorang memiliki lemak dalam badan yang berlebihan (excess amount of body fat). Stadiumnya ada 3, yaitu ringan, sedang dan berat, dan penentuan stadium dilakukan berdasarkan penghitungan Body Mas Index seseorang. Perpindahan dari stadium ringan ke sedang lalu ke berat bisa terjadi dengan cepat. Dan anak kecil yang obese memiliki resiko sangat besar untuk tumbuh menjadi manusia dewasa yang sangat obese.
Obesitas ini sudah menjadi penyakit epidemic diberbagai negara di duniaBerbagai channelTV mengangkat penyakit ini sebagai topik acara. Mulai dari acara reality show (pernah nonton acara TV “The Biggest Loser” atau "Extreme Makeover - Weigh Loss Edition"?) sampai ke acara ulasan maupun berita di CNBC maupun CNN. Berbagai media cetak membahas penyakit ini. Semuanya mencoba membangun awareness tentang betapa penyakit ini sudah merambah kemana-mana, merampas kehidupan banyak orang karena penyakit-penyakit berbahaya yang ditimbulkan akibat obesitas dan harus dilawan dan dicegah.
Pernah ada artikel disurat kabar Jakarta Globe yang menyebutkan bahwa Jakarta memiliki jumlah penderita obesitas terbesar di Indonesia dan 47% penderita obesitas di Jakarta berusia 25 – 30 th. Selanjutnya, penderita obesitas yang berusia 5 s.d 18 tahun di Indonesia juga semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Menurut dokter, penyebab utama kondisi ini adalah gaya hidup urban yang erat dengan pola makan yang tidak sehat (poor diet). Orang menjadi obese pada dasarnya karena banyak atau terus menerus mengkonsumsi jenis makanan yang salah, yaitu makanan yang tinggi kalorinya tapi kosong nutrisinya.
Banyak jurnal medis menyebutkan bahwa penyebab utama obesitas adalah gula serta tepung putih (karbohidrat sederhana), yang merupakan makanan favorit masyarakat urban dan banyak dikonsumsi melalui process food, fast food serta makanan-makanan yang dijual oleh toko dan retoran yang menjamur dimana-mana.
Kita perlu tahu: orang yang obese kebanyakan selalu kekurangan gizi. Hah! Gemuk tapi kurang gizi???? Lagi-lagi karena makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah jenis yang salah, yaitu hanya menyumbang banyak kalori tapi sedikit atau bahkan tidak memiliki serat maupun nutrisi (kalori kosong). Makanan dan minuman yang salah ini memang akhirnya hanya merusak sistemtubuh kita, terutama metabolisme, dan menyumbang lemak berlebihan bagi tubuh kita.
Kali pertama aku dan anakku menemui dokter ahli hormon anak, kami diberi ultimatum, yaitu: sebelum anakku mencapai usia pubernya, berat badannya harus turun ke berat badan idealnya, berikut pula persentase kadar lemak dan otot dalam tubuhnya. Diharapkan, berat badan yang normal sebelum masa puber bisa mengembalikan hormon pertumbuhan anakku ke kondisi normal. Tapi bila gagal menurunkan berat badan, maka dokter ahli akan melakukan terapi hormon (suntikkan) untuk anakku. Kata-kata terakhir si dokter ahli dibulan Agustus 2011 masih aku ingat, “Kembali ke saya 3 bulan lagi dengan berat badan anak Ibu sudah turun 10 kg saja dulu!” (ini target fase 1 kami).
Sepulang dari dokter, aku berbicara dari hati ke hati dengan anakku yang umurnya baru 10 th itu. Aku perlihatkan dia visual-visual seputar penyakit obesitas. Aku ajak dia menelusuri kebiasaan-kebiasaan hidup kami, terutama kebiasaan makan dan olah tubuh (gerak, main dan olah raga). Lalu, aku katakan, “Gyasi, kamu harus menurunkan berat badan, bukan untuk kurus dan tampil keren, tapi supaya kamu sehat”. Sampai disini anakku mengerti. Tapi ia bertanya kepadaku, “Aku bisa nggak ya aku, Ma? Aku takut nggak bisa”. 
Dalam hati hancur rasanya mendengar pertanyaan dan ketakutannya, karena aku tahu tidak mudah dan mungkin tidak berhasil kalau aku tidak bisa menemukan cara yang tepat untuk membantu anakku menurunkan berat badannya. Aku juga marah ke diriku sendiri karena sudah membiarkan gaya hidup merampas kesehatan anakku. Aku sadar betul, apa yang dimakan dan diminum anak sepenuhnya adalah pilihan dan tanggung jawab orang tua. Dan fakta yang membuatku sangat takut adalah, selama setahun terakhir, walaupun makan anakku sudah dikontrol porsinya, berat badannya malah terus bertambah dan energinya makin berkurang. Tapi aku tidak mau bilang bahwa aku juga takut gagal, malah aku bilang, “Kita pasti bisa! Kita jalankan sama-sama. I will learn and do my best. Kamu juga harus do your best. Semua di rumah akan dukung, bantu dan temani kamu. Dan kita mulai malam ini juga, tidak kita tunda lagi”.
Itu beberapa bulan yang lalu. Kunjungan ke dokter ahli hormon anak lalu dilanjutkan dengan kunjungan ke dokter gizi. Lalu dilanjutkan dengan aku membaca berbagai buku seputar obesitas, diet, nutrisi, hormon pertumbuhan, kesehatan, metabolisme, olah raga dan banyak lagi. Buku saja tidak cukup, aku baca berbagai jurnal dan laporan medis, aku baca dan tonton berita serta berbagai program TV dan dokumenter seputar obesitas, kesehatan dan makanan.  Aku belajar dan mencoba untuk menyambung berbagai informasi sebab dan akibat seperti bermain puzzle. Dan sambil terus menggali informasi serta belajar, I took immediate actions!Ini yang terpenting: action! Dan jangan ditunda-tunda. Dan jangan malas!
Aku singkirkan semua makanan dan minuman kemasan dari rumah. Aku masak dan siapkan sendiri semua makanan rumah, dari mulai sarapan sampai makan malam sampai makanan-makanan kecil untuk snack pagi dan sore. Aku atur dan ukur sendiri setiap porsi makan anakku. Aku temani dan awasi dia makan sesering mungkin. Aku temani dan awasi dia bermain dan berolah raga sesering mungkin. Aku ikut bermain dan berolah raga untuk memberinya motivasi. Aku timbang badannya 2x seminggu. Aku buatkan dia jurnal makan yang aku isi dengan dia setiap hari. Aku ajak dia bicara panjang lebar mengenai kesehatan dan makanan dimana ada kesempatan baik. Dan banyak lagi hal-hal kecil lainnya, yang pada dasarnya adalah merubah gaya hidup dan pola makan anakku. Dan semuanya membuahkan hasil!
3 bulan kemudian kami kembali ke dokter ahli hormon kami yang terkaget-kaget sendiri pada saat memeriksa berat badan anakku. Dia mengaku kaget karena kami berhasil mencapai target awal yang ia berikan, karena menurutnya tidak banyak orang yang berhasil. Seluruh program yang aku jalankan untuk anakku di-review oleh dokter dan dengan murah hati ia memberi pujian dan mengucapkan selamat kepada kami karena berhasil menjalankan program yang baik dan efektif.
Setelah berdiskusi panjang, dokter memberi kami target jangka pendek kedua, yaitu menurunkan berat badan ke 50 kg dan secara spesifik memberi target persentasi kadar lemak dan otot yang harus kami capai difase 2. Dan kali ini, aku dan anakku menerima tantangan kedua dengan lebih bersemangat dan yakin kami bisa mencapai target kedua kami. Sebelum kami pulang, si dokter menepuk pundak anakku dan berkata kepadanya, “Gyasi, you can do this! Dengar dan ikuti mama kamu, dia tahu apa yang harus dilakukan karena dia sudah belajar banyak sekali. Suatu hari nanti kamu akan berterima kasih ke mamamu” (pesan si dokter kepada anakku sungguh membayar semua rasa sedih, takut, capek, khawatir dan frustasi!).
Program kami lanjutkan. Tetap dengan tekat, semangat dan disiplin. Seluruh anggota keluarga terlibat. Pola makan sehat dan gaya hidup sehat tidak hanya aku berlakukan untuk anakku yang harus menurunkan berat badan, tapi aku berlakukan juga untuk seluruh anggota keluarga: suami, aku sendiri dan anakku yang terkecil (yang tidak punya masalah dengan berat badan). Kebiasaan-kebiasaan buruk semakin jauh kami tinggalkan. Escalator dan lift, misalnya, semakin jarang kami gunakan karena kami memilih naik dan turun menggunakan tangga. Parkir jauh dari sekolah atau pintu masuk menjadi kebiasaan baru kami agar kami mendapat kesempatan berjalan kaki dikota Jakarta yang penuh dengan beton ini. Gerak dan olah raga santai menjadi rutinitas harian kami. Dan semuanya kami lakukan bersama.
Januari lalu, aku dan anakku kembali bertemu dengan dokter ahli hormon kami dan berat badan anakku sudah mencapai 49 kg. Perubahan bahkan sudah terlihat pada alat kelamin anakku. Senang dengan perkembangan yang berhasil dicapai, si dokter ahli memberi kabar baik untuk kami, “Kalau berat badan anak Ibu bisa diturunkan ke 47 kg (berat ideal yang sesuai dengan tinggi badan dan umur anakku) dan tetap stabil berat badannya selama 3 bulan serta bisa mencapai persentasi lemak dan otot yang diminta, kita tidak perlu mempertimbangkan terapi hormon lagi untuk anak ibu yang pasti ada efek jangka panjangnya nantinya untuk manusia”. Si dokter ahli juga mengatakan, “Saya yakin, hormon pertumbuhannya akan membaik kondisinya seiring dengan kondisi tubuh anak Ibu yang semakin sehat dan kondisi gizinya yang semakin baik”. Lalu, masuklah kami ke fase 3.
April 2012 ini masa fase 3 kami berakhir. Tadi pagi anakku aku timbang. Berat badannya 47.1 kg dan berat ini sudah stabil selama 2 bulan terakhir, walaupun ada hari-hari dimana olah raganya terhambat karena cuaca, masa ujian sekolah, demam karena flu dan lain sebagainya. Yup! Kami siap untuk bertemu kembali dengan dokter kami dan menerima tantangan baru lagi (kalau memang ada).
Bulan April ini, untuk merayakan keberhasilan anakku melewati fase 3-nya, aku ingin berbagi pengalaman dan pengetahuanku yang tidak seberapa seputar obesitas, yang mudah-mudahan bisa berguna untuk orang lain yang membutuhkan.
Kita harus lawan dan cegah obesitas. Ingat, obesitas dapat menimbulkan berbagai penyakit yang sangat berbahaya. Ia dapat merampas hidup kita atau orang-orang yang kita sayangi.Don’t let it happen!
Dari pengalaman kami, langkah awal untuk MELAWAN obesitas adalah kita jujur dan mengakui pada diri bahwa kita atau orang yang kita sayangi mengidap obesitas. Langkah awal untuk MENCEGAH obesitas adalah mengakui penyakit ini bisa menyerang siapa saja, termasuk diri kita atau orang yang kita sayangi, dan tidak menganggap enteng penyakit ini karena bisa dengan mudah menimpa kita-kita yang bergaya hidup urban: tidak terlalu memperhatikan pola makan, asupan gizi dan olah raga karena alasan kesibukan dan waktu.
Kenali penyakit ini dan ancaman-ancamannya. Penyakit ini tidak bisa dilawan dengan diet yang membabi-buta. Penyakit ini tidak bisa dilawan sendirian, walaupun kunci utamanya tetap diri kita sendiri. Penyakit ini tidak bisa dilawan dengan instan dan tidak bisa diberantas dengan obat yang diberikan oleh dokter. Operasi gastric by-pass yang sekarang mulai banyak dilakukan orang sebenarnya adalah last resort, karena tidak murah dan beresiko tinggi serta sangat tidak disarankan dilakukan terhadap anak kecil serta remaja. Penyakit ini harus dilawan dan dicegah dengan pengertian dan perhatian mendalam seputar gaya hidup, pola makan sehat dan gizi, serta dengan pengertian dasar seputar sistem kerja metabolisme tubuh kita. Penyakit ini harus dilawan dengan tekad, disiplin, kegigihan, kerja keras, kesabaran dan pengorbanan. Bila salah langkah dan salah cara, sama dengan penyakit kronis lainnya, penyakit ini malah akan semakin terpupuk dan berkembang pesat.
Minggu depan aku ingin berbagi beberapa tips/cara yang kami gunakan untuk melawan dan mencegah obesitas. Ingat, bukan tips/cara instan! Dan tips/cara yang kami gunakan untuk melawan obesitas anakku juga bukan tips/cara yang mengada-ngada. Semuanya aku lakukan berdasarkan saran dokter serta berdasarkan berbagai informasi yang aku baca dan pelajari selama ini. Jadi mudah-mudahan informasi yang aku share nanti bisa berguna dan menjadi berkat bagi orang lain (betul begitu, Neng Anti? )

Meanwhile, for you who are now fighting with obesity, for yourself or for your love ones, all my best wishes! I know it's hard, but it's not impossible. And remember, at the end of the day, the fight is worth it! And please don't be ashamed, be proud instead. Proud 'cos you are aware and proud 'cos you are doing something about it and trying your best to fix it! 

*I dedicate this blog to my son Gyasi - Am so proud of you!


No comments:

Post a Comment