Wednesday, October 3, 2012

Appetite is not hunger. Understanding this helped us fought obesity in our family.

Apr 24, '12 11:53 PM
for everyone

Satu hal medasar yang keluarga kami pelajari ulang sejak kami merubah pola makan adalah membedakan rasa lapar dengan selera.
Kelihatannya sepele?
Sebenarnya tidak segampang itu. Apalagi kami sekeluarga terbiasa hidup dengan gaya modern perkotaan yang serba sibuk, selalu merasa tidak punya waktu cukup dan mau serba praktis dan cepat (sound familiar, maybe?).
Dibulan pertama kami melakukan pola makan sehat, kami belajar bahwa lapar itu berbeda dengan selera. Dan ini bukan sekedar pendapat kami, tapi memang tertulis juga dalam berbagai informasi yang aku pelajari.
Lapar yang sebenarnya pada manusia adalah waktu dimana tubuh kita membutuhkan energi untuk hidup dan beraktifitas. Dengan pola makan sehat, umumnya manusia akan merasa lapar 4 jam sekali dan rasa lapar yang dirasakan seharusnya tidaklah berlebihan.  Kita sudah seharusnya merasa sedikit lapar antara jam makan pagi dan makan siang (sekitar jam 9-10 pagi), serta antara jam makan siang dan makan malam (sekitar jam 3-4 sore). Karena memang pada jam-jam tersebut gula darah kita sedang berada dititik terendah dan badan kita memerlukan tambahan energi baru dari makanan yang bernutrisi.
Sedangkan selera erat kaitannya dengan mata dan hidung kita. Biasanya selera tergugah lewat tampilan ataupun bau.  Dengan kata lain, selera itu lebih berhubungan dengan emosi kita, bukan dengan kebutuhan tubuh kita.
Hidup di perkotaan tanpa kami sadari telah menggeser hal mendasar ini dalam diri kami. Bertahun-tahun kami terbiasa makan dan minum mengikuti selera (keinginan), baik di rumah maupun di luar rumah. Apalagi semua tersedia di kota tempat kami tinggal dan dari tahun ke tahun jumlahnya makin berlimpah, variasinya makin banyak dan makin mudah cara mendapatkannya. Karena tidak pernah berpikir panjang tentang kesehatan diri sendiri, kami sekeluarga dulu terperangkap dalam pola makan tidak sehat yang tidak memperdulikan rasa lapar yang sesungguhnya dan terbiasa makan mengikuti selera, mengikuti keinginan - bukan kebutuhan. Satu hal yang aku ingat, selera (keinginan) seringkali membuat kami makan diluar jadwal makan yang seharusnya, tidak memperhatikan jenis  dan kandungan makanan serta cara memasaknya serta tidak pula menjaga porsi. Lethal combination!
Dan yang lebih buruk dari semua kebiasaan ini, aku dan suamiku membawa anak-anak kami dalam kebiasaan yang sama (honestly, based on my own experience, it’s the parents who are responsible for an obese child/toddler/teen! And it’s the parents who can help and make a change. So, wake up please, parents!).
Bulan pertama belajar membedakan rasa lapar dan selera yang dirasakan oleh badan kami sendiri tidak mudah. Kami sering terkecoh karena sudah terlanjut terbiasa. Kebiasaan salah yang kami jalankan bertahun-tahun membuat kami tidak mengenali signal lapar vs rasa kenyang yang dikeluarkan oleh tubuh secara natural. Komunikasi antara sistem pencernaan dan otak kami seperti sudah sangat kacau balau akibat kebiasaan buruk yang kami lakukan selama ini dan juga akibat makanan palsu (artificial) yang sering kami konsumsi.
Jadi, proses belajarnya sebenarnya adalah belajar merubah pola pikir serta badan (terutama sistem metabolisme). Proses belajarnya adalah proses mengalahkan keinginan dan mengutamakan kebutuhan untuk kesehatan. Menempatkan prioritas dengan benar. Dan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Baik untuk aku dan suami yang sudah dewasa, yang kebiasaan buruknya sudah “kronis” dan menahun. Serta untuk anak-anak yang masih belum paham mengenai sistem kerja badan manusia (otak, metabolisme, dll). Ada pertentangan, ada berontak.
Lewat trial and error kami belajar bahwa pilihan makanan dan minuman yang kita masukkan ke badan kita sangat mempengaruhi rasa lapar dan selera kita. Makanan yang banyak mengandung gula, MSG, sodium, lemak tidak sehat, misalnya, justru akan meningkatkan selera makan kita hingga membuat kita makan berlebihan. Tepung putih dan gula justru akan membuat kita cepat merasa lapar kembali setelah makan karena mengakibatkan naik dan turunnya gula darah secara drastis dalam waktu singkat. Kurangnya asupan nutrisi membuat kita merasa lapar terus-menerus, yang sebenarnya bukanlah lapar untuk kalori melainkan lapar untuk nutrisi (nutrient deprived).
Lewat disiplin jadwal makan, komposisi makanan sehat serta pengaturan porsi makan, pelan-pelan badan kami (terutama metabolisme kami) menjadi benar kembali. Tidak ada rasa lapar yang berlebihan karena kami biasakan makan sesuai jadwal dan sebelum lapar. Tidak ada rasa kekenyangan karena kami biasakan makan sesuai porsi yang benar. Komposisi makanan natural yang kaya nutrisi dan serat membuat kami akhirnya bisa merasakan rasa kenyang yang ‘benar’ dan sehat, yang selama bertahun-tahun tidak pernah kami rasakan. Rasa kenyang yang kami dapatkan dari pola makan sehat adalah rasa berenergi pada keseluruhan badan dan pikiran. Bukan rasa kenyang yang dirasakan berbarengan dengan perasaan puas yang timbul karena keinginan terpenuhi yang kemudian diikuti dengan rasa mengantuk!
Berdasarkan pengalaman kami, kalau ketiga hal ini (disiplin jadwal makan, komposisi makan sehat serta pengaturan porsi makan) dilakukan bersama-sama secara kontinu dan disiplin, badan kita akan “membenahi” diri sendiri. Komunikasi antara pencernaan dan otak menjadi “sehat” pula. Kita tidak lagi merasa lapar  yang berlebihan ataupun terkecoh dengan selera atau keinginan.
Berdasarkan pengalaman kami juga, setelah berhasil mengalahkan selera (keinginan) dan membiasakan makan sesuai kebutuhan, usaha melawan obesitas (dan penyakit2 lainnya) menjadi lebih mudah. Badan menjadi lebih sehat. Berat badan anak dan suamiku seperti turun dengan sendirinya, walaupun hanya dengan olah raga moderate. Mereka pun tidak pernah merasa kelaparan seperti umumnya orang yang melakukan diet ketat.
Sekali-kali, kami sekeluarga masih mengkonsumsi makanan atau minuman kesukaan kami dalam jumlah wajar. Biasanya, 1 porsi akan kami nikmati bersama-sama. Kalau ada pilihan untuk membuat sendiri, aku lebih memilih untuk membuat makanan dan minuman kesukaan kami sendiri dengan bahan serta cara memasak yang lebih sehat. Lucunya, setelah 8 bulan menjalankan pola makan sehat, pada saat kami diberi kesempatan untuk makan makanan atau minuman ‘tidak sehat’ yang dulu sangat kami sukai, kami sendiri yang menolak. Keseluruhan pola hidup sehat akhirnya memang merubah pikiran dan pandangan kami terhadap makanan, tubuh, kesehatan dan hidup secara keseluruhan. Yang dulunya kami makan dan minum dengan motto “I Want And I Can”, sekarang kami makan dan minum dengan motto: “I Can But I Don’t Want To”. And we feel good doing it!
Jadi, kalau mau berhasil dengan program melawan obesitas (dan penyakit-penyakit lainnya), kalahkan keinginan. Biasakan makan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, bukan untuk memenuhi keinginan dan memberi kesenangan sesaat yang nantinya berbuah penyakit.By doing so, not only you will be healthier, but you will live a better life!
Next time you feel you want to eat, check the first and think: is it the right time to eat and is it hunger or appetite that you are actually feeling. 

No comments:

Post a Comment