Telur
ayam, bahan makanan yang satu ini dipilih kedua anakku untuk mereka garap dalam
Math & Science Fair di sekolah yang mereka ikuti Sabtu lalu.
Satu
minggu lamanya mereka mempersiapkan pameran science project telur yang mereka beri nama “Eggxperiments”. Semuanya serba telur! Berbagai percobaan mereka pelajari dan
coba untuk nantinya mereka
demontrasikan di hadapan para pengunjung, antara lain: Floating Eggs, Eggs
in The Bottle, Egg in Soda serta Spinning Egg. Berbagai informasi dan fakta menarik seputar telur ayam
mereka cari untuk mereka tampilkan di stand mereka.
Sambil
membantu mereka, aku ikut belajar banyak seputar telur ayam. Dan lewat tulisan
kali ini, aku ingin berbagi beberapa informasi menarik yang kami dapatkan
seputar telur ayam.
Informasi
pertama yang digali oleh kedua anakku adalah seputar telur organik.
Mengapa
kuning telur ayam organik warnanya lebih “merah” dibandingkan telur ayam non
organik?
Berdasarkan
informasi yang kami dapat, ternyata, warna kuning telur memperlihatkan makanan
yang dimakan oleh ayam. Warna kuning pada kuning telur sebenarnya disebabkan
oleh zat karoten yang terkandung dalam makanan yang dimakan oleh ayam. Zat ini
banyak terdapat dalam makanan natural, yaitu rumput, sayuran dan buah. Jadi, semakin banyak bahan-bahan makanan
natural yang dikonsumsi oleh ayam, warna kuning telurnya akan semakin “merah”
karena kaya zat karoten. Dan
sebaliknya, warna kuning telur yang pucat biasanya merupakan tanda bahwa ayam
tidak sehat atau tidak memakan makanan yang sehat. Dengan kata lain, kuning
telurnya menjadi pucat warnanya karena miskin kandungan zat karoten. Dan ayam
yang diternak secara organik, memang hanya menkonsumsi makanan natural yang
sehat dan kaya zat karoten. Itulah sebabnya kenapa kuning telur ayam organik
warnanya lebih “merah” dibandingkan telur ayam non organik.
Kenapa
telur ayam organik lebih baik dibandingkan telur ayam non organik?
Selain
kuning telurnya yang lebih kaya zat karoten, telur ayam organik memang lebih
kaya nutrisi. Telur natural mengandung
lebih banyak vitamin dan mineral, antara lain: Riboflavin, Vitamin B6,
Vitamin B12, Vitamin D, Vitamin E dan Selenium. Selain itu, kandungan
kolesterol telur ayam organik lebih sedikit dibandingkan telur ayam non
organik. Dan telur ayam organik tidak mengandung antiobiotik serta hormon
karena ayamnya diternakkan secara natural. Jadi, telur ayam organik lebih sehat
dibandingkan telur ayam non organik. Dan berdasarkan pengalaman pribadi,
rasanya juga lebih enak!
Informasi
menarik lainnya yang mereka dapatkan adalah seputar scrambled egg yang dijual di restoran cepat saji
terkenal asal Amerika.
Menjelang
pameran Math & Science Fair mereka, kedua anakku membuat percobaan di rumah untuk
membandingkan telur scrambled egg (telur orak-arik) yang dijual di restoran cepat saji
terkenal asal Amerika dengan telur urak-arik yang mereka buat sendiri di rumah
dengan menggunakan hanya 3 jenis bahan natural, yaitu: telur ayam organik,
sedikit olive oil dan
garam.
Empat
hari sebelum acara, kedua jenis scrambled egg ini mereka masukkan ke dalam toples
kaca bertutup dan mereka diamkan. Selang 2 hari, mereka mulai takjub melihat
perubahan yang terjadi pada scrambled egg dari restoran cepat saji. Apa yang terjadi? Telur yang
tadinya berwarna kuning pucat itu mulai berair, berbusa serta mulai berubah warna menjadi kemerah-jambuan.
Sedangkan scrambled egg buatan rumah, walaupun mulai terlihat ditumbuhi jamur, wujudnya tetap “berbentuk” telur, warnanya tetap
kuning dan tidak muncul busa maupun air. Dan setelah 4 hari, komentar anak
perempuanku ketika melihat scrambled egg dari restoran cepat saji adalah “Yuckyyyy!!!”.
Scrambled egg dari
restoran cepat saji terlihat semakin berbusa dan ada genangan air berwarna
kuning yang terkumpul dibagian bawah toples. Warna merah jambu pun semakin
terlihat, bercampur dengan warna abu-abu.
Dari
informasi yang kami gali, kami memperoleh fakta yang membuat kedua anakku
semakin mantap untuk tidak lagi menyantap makanan cepat saji, termasuk scrambled
egg-nya yang
terlihat normal dan “sehat” selama ini.
Apa
faktanya?
Berbagai
sumber menyebutkan, scrambled egg yang dijual di
restoran cepat saji terkenal asal Amerika ini ternyata tidak hanya dibuat dari telur. Namun di
dalamnya terkandung pula bahan pengawet, bahan pewarna, bahan perasa dan hydrogenated
oil (lemak jahat).
Kandungan kolesterol menu scrambled egg di restoran cepat saji ini sangat tinggi, yaitu
mencapai 520 mg per porsinya. Kesimpulan anak-anakku? Kalau mau makan scrambled
egg, makan saja scrambled
egg yang dimasak
sendiri dengan bahan-bahan natural yang sehat dan kaya nutrisi!
Pada
hari pameran, kedua anakku sibuk! Meja pameran science project mereka ternyata cukup diminati
pengunjung. Kedua anakku sibuk mendemostrasikan dan menjelaskan berbagai
percobaan dan informasi seputar telur ayam yang sudah mereka pelajari dan
persiapkan. Dan informasi-informasi kesehatan seputar telur ayam yang mereka
tampilkan ternyata menarik perhatian banyak orang, terutama para orang tua,
guru dan juri acara. Ketika ditanya oleh Kepala Sekolah yang berkunjung ke meja
pameran anak-anakku, “Do you guys still want to eat the junk food
restaurant’s scrambled egg?” Kedua anakku menjawab dengan tegas, “Definitely
not! And we have not been eating junk food for almost 2 years now”.
Diakhir
acara, Kepala Sekolah mengumumkan pemenang Science Project berdasarkan penilaian dewan juri. Dan
ternyata, science project kedua anakku berhasil menjadi pemenang terbaik. Way to go kiddos!! Muka
anak-anakku terlihat senang sekali sewaktu menerima piagam penghargaan. Dan aku
lebih senang lagi! Karena tidak hanya mereka berhasil bekerja sama
menyelesaikan sebuah project sekolah yang tidak mudah, mereka juga mendapat banyak ilmu
baru seputar makanan dan kesehatan. Dan yang penting, kami semua mendapat
kesempatan bersenang-senang bersama! Priceless!!!
No comments:
Post a Comment